Langsung ke konten utama

SHARING | Inter-Religious Family: Hidup Selaras dalam Perbedaan


Setelah membaca tulisan teman saya mengenai pernikahan beda agama di Indonesia (dengan mempertahankan agama masing-masing), saya jadi tertarik untuk membagikan pengalaman saya, tumbuh besar di keluarga yang berbeda agama.

Kalau kalian tertarik dengan pengalaman pernikahan beda agama, silakan kunjungi:

Latar Belakang Keluarga
Saya lahir dari orang tua yang berbeda agama. Bapak saya beragama Katolik sedangkan Ibu saya beragama Islam. Keluarga besar ibu saya seluruhnya beragama Islam sedangkan keluarga Bapak saya sebagian besar beragama Katolik. Ibu saya bisa dibilang taat dalam dalam beribadah, baik itu sholat maupun puasa, bahkan tidak jarang beliau juga melakukan tahajud. Berbanding terbalik dengan Bapak saya yang sangat jarang beribadah ke gereja. 

Sejak kecil saya memang lebih banyak diasuh oleh alm. nenek dan kakek saya, yang merupakan orang tua dari Bapak saya karena kedua orang tua saya harus bekerja dari pagi sampai sore atau bahkan malam hari. Kadang kala saya juga dititipkan ke rumah Budhe (kakak perempuan Bapak), jika kakek atau nenek saya sedang tidak bisa mengasuh saya. Saya tidak begitu dekat dengan kedua Eyang saya (orang tua dari ibu) karena memang rumah kami cukup jauh.
Jadi, bisa simpulkan kalau saya tumbuh di lingkungan Katolik yang cukup dominan.

Kehidupan Sehari-hari
Kehidupan sehari-hari kami, tidak berbeda dengan keluarga pada umumnya. Namun, karena saya belum bisa memutuskan akan menganut agama Islam atau Katolik, maka dalam keseharian saya ketika ibu saya sholat saya ikut dan ketika kakek dan nenek saya ke gereja saya juga ikut. Bahkan ketika bulan puasa, baik dalam tata cara Islam maupun Katolik saya juga mengikutinya. 
Dalam hal ini saya merasa sangat nyaman sikap orang tua saya, yang tidak memaksa anaknya untuk ikut menganut salah satu agama yang sama dengan salah satunya. Saya juga menghargai sikap Bapak yang tidak memaksa ibu saya untuk ikut menganut agama Katolik. Kami berproses bersama-sama dan saling menghargai agama yang dianut menjadi sesuatu yang melekat pada pribadi masing-masing.

Hal itu berlangsung sampai saya menginjak umur 10 tahun sebelum akhirnya saya memutuskan untuk menganut agama Katolik. Ya, saya dibaptis ketika berusia 10 tahun. Apakah ibu saya melarang? Tidak. Beliau mendukung apapun yang menjadi pilihan saya, dukungan ibu selalu saya rasakan. Contoh kecilnya, beliau selalu bersedia mengantar jemput saya ke gereja untuk beribadah maupun ikut dalam kegiatan rohani lainnya. Apakah saya meminta ibu saya untuk ikut menganut agama Katolik? Tentu tidak. Saya tetap mendukung ibu saya untuk tetap menganut agamanya. Dukungan yang bisa saya berikan seperti mengingatkan beliau untuk sholat, pengajian maupun menemani sahur.

Apakah ada kesulitan dalam menjalani keseharian seperti itu?
Kalau dari sisi saya, karena kedua orang tua saya tidak memaksakan kehendak masing-masing jadi saya tidak menemukan kesulitan yang berarti. Saya merasa nyaman saja ketika mengikuti ibadah baik dalam tata cara Islam maupun Katolik.

Sebagai anak kecil, apakah pernah merasa bingung kenapa ada dua agama yang berbeda dalam satu keluarga?
Ibu saya sudah memberikan pemahaman kepada saya bahwa mereka berdua mempunyai 'agama dan cara beribadah yang berbeda' dan saya boleh ikut keduanya. Meskipun kami tidak bisa bersama-sama sekeluarga ketika ikut ibu beribadah ke masjid atau ikut kakek nenek saya ke gereja.

Dari mana saya mendapatkan pendidikan tentang Agama?
Dalam keluarga, kedua orang tua saya lebih banyak mendidik tentang etika dan moral secara umum. Mana yang baik dan yang tidak baik, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Saya lebih banyak mendapatkan pendidikan tentang agama di sekolah. Ibu saya mempercayakan pendidikan saya di sekolah swasta katolik.

Bagaimana relasi dengan keluarga besar kedua orang tua?
Keluarga besar dari Bapak maupun Ibu kadang kala menanyakan saya mau ikut Agama mana dan terkadang juga mengajak untuk ikut menganut salah satu Agama. Itu memori yang paling saya ingat. Mungkin terkadang memang ada gesekan antara keluarga kecil bapak dan keluarga besar kedua orang tua. Namun, hal tersebut tidak membuat permasalahan yang berarti, seingat saya. (Mungkin kita perlu bertanya langsung kepada orang tua saya ya).
Setiap hari Raya, Lebaran, Paskah, Natal, saya selalu ikut perayaan hari raya tersebut dengan keuda orang tua yang dirayakan bersama keluarga besar baik dari Bapak maupun Ibu.

Bagaimana relasi dengan orang tua dari ibu?
Eyang Putri dan alm Eyang kakung, saya pandang sangat supportif terhadap pilihan cucunya. Tidak jarang Eyang Putri mengingatkan cucunya untuk ke gereja.

Bagaimana saya bisa sampai pada keputusan untuk memilih salah satu Agama?
Banyak faktor yang mempengaruhi hingga saya memutuskan untuk menganut agama Katolik. Pertama, lingkungan keluarga: saya berada di lingkungan keluarga Bapak saya yang mayoritas menganut agama Katolik. Kedua, lingkungan sekolah: saya bersekolah di sekolah swasta katolik dari TK sampai SD, saya yakin ini juga menjadi dasar yang kuat atas pilihan saya. Ketiga, ada perasaan yang lebih nyaman dan damai ketika saya beribadah dengan tata cara Katolik (too personal ya).


Berselang 7 tahun kemudian, tepatnya ketika saya berusia 17 tahun ibu saya memutuskan untuk ikut menganut agama Katolik. Tanpa paksaan sedikitpun dari Bapak, saya maupun adik saya. Menurut saya pribadi, agama yang dianut menjadi hak yang melekat pada pribadi masing-masing, dan tidak dapat dipaksakan pada tiap individu. Lebih lanjut, menurut pandangan saya Agama merupakan sarana kita untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta dan mengajarkan untuk menjalin relasi yang baik dengan sesama ciptaan-Nya, apapun Agama-nya saya yakin bahwa semua Agama mengajarkan kebaikan.

Itu sedikit cerita saya tentang kehidupan sebagai seorang anak yang tinggal dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda Agama. Saya melihat tidak ada kendala yang berarti apabila kita sebagai individu bisa saling menghormati dan menghargai. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, feel free to ask ya! Salam Damai!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRAVEL AND LEISURE | BODY RAFTING DI PELARUGA

Buat kamu yang suka olahraga yang memacu adrenalin, boleh nih cobain body rafting di aliran sungai air terjun Teroh Teroh! Lebih dikenal dengan nama Pelaruga yang merupakan singkatan dari Pemandu Alam Rumah Galuh, objek wisata ini berlokasi di desa Rumah Galuh, Langkat, Sumatara Utara dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam perjalanan dari kota Medan. Kami bertiga memutuskan untuk menyewa mobil dan driver untuk menuju ke tempat ini, karena memang tidak dapat dijangkau oleh kendaraan umum. Sempat beberapa kali salah jalan, akhirnya kami menggunakan google maps untuk menuju lokasi, karena ternyata driver yang mengantar kami juga belum pernah ke tempat ini. Apabila akan kesini, pastikan driver yang mengantar kalian tahu rutenya ya! Atau persiapkan aplikasi navigasi dari awal keberangkatan untuk memandu perjalanan kalian. Kami berangkat sekitar pukul 10.00 WIB dan tiba sekitar pukul 13.30 WIB.  Setibanya di lokasi, kami disambut hangat oleh pemandu wisata disini, dan dijelaskan men

TRAVEL AND LEISURE | Tiga Pantai Cantik di Desa Girikerto, Gunung Kidul

Sewaktu KKN 2013 lalu, saya kebetulan ditempatkan di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di padukuhan Wiloso, desa Girikerto, Panggang. Untuk menuju ke desa Girikerto ini bisa melalui Imogiri maupun Wonosari, tapi menurut saya lebih dekat lewat Imogiri. Nah, waktu KKN ini tak lupa saya sempatkan bersama teman-teman untuk menjelajah pantai yang ada di desa Girikerto. Pantai tersebut antara lain pantai Gesing, pantai Wohkudu dan pantai Kesirat. Ketiganya menawarkan pemandangan yang menurut saya sangat cantik dengan ciri khasnya masing-masing. Ini dia kita mulai dari pantai Gesing. 1.         Pantai Gesing Pantai Gesing terletak di pedukuhan Bolang. Cukup mudah menemukan pantai ini, karena dari jalan utama desa menuju ke pantai sudah terdapat penanda yang akan mengarahkan kamu kesana. Dari gang masuk pedukuhan Bolang tinggal ikuti jalan yang sudah dikeraskan dengan cor blok yang ada. Akses jalannya pun sudah bisa dilalui kendaraan roda empat, namun waktu saya kesana memang ad

TRAVEL AND LEISURE | Mencicipi Snorkeling di Pantai Nglambor

     Yogyakarta khususnya daerah Gunung Kidul memiliki jajaran pantai yang indah berpasir putih. Salah satunya adalah pantai Nglambor. Selain memiliki pemandangan yang indah, pantai ini juga dijadikan tempat snorkeling . Snorkeling ? Bisa ya? Memang biasanya pantai selatan Jawa dikenal sebagai pantai dengan ombak yang kurang bersahabat jika digunakan untuk berenang, namun pantai Nglambor ini memiliki semacam karang pembatas sehingga sebelum   terhempas ke bibir pantai, ombak terpecah di batuan karang tersebut.      Pantai ini terletak desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, masuk dikawasan wisata pantai Siung, tepatnya diantara Pantai Jogan dan Pantai Siung. Untuk retribusi masuk ke kawasan pantai ini dikenakan biaya Rp 5.000 per orang. Dari Pantai Jogan tinggal kearah barat, kemudian berbelok ke gang di sebelah kanan jalan. Sudah ada tanda yang mengarah ke pantai Nglambor. Jalan masuk ke pantai ini masih berbatu, menanjak dan cukup sulit untuk dilalui, kend